Alam Minangkabau (02)
Written by Ibrahim Dt. Sangguno Dirajo
Saturday, 28 August 2004
IV. Penghulu Pertama
Lama pula antaranya orangpun bertambah ramai pula. Pada suatu hari bermusyawarah pula niniak Sri Maharajo dirajo dengan Datuak Suri Dirajo dan Cateri Bilang Pandai, serta segala orang banyak dari kampung Pariangan dan Padang Panjang di Balai Saruang tadi.
Musyawarah itu adalah untuk memilih orang yang akan memerintah dan menghukum dibawah raja.
Adapun orang yang akan ditanam jadi ketua adalah orang yang akan menjadi penghulu orang banyak itu, dengan fungsi antara lain :
Kusuik nan ka manyalasaian
Karuah nan ka manjaniahan
Sasek nan ka mahimbauan
Taluncua nan ka maheloan
Itulah orang yang akan memimpin orang banyak, dibawah niniak Sri Maharajo dirajo.
Didalam permusyawaratan itu dicapai kata sepakat yakni akan menanam dua orang ketua, seorang di Pariangan dan seorang di Padang Panjang. Hasil kesepakatan itu dikembalikan ke kepada niniak Sri Maharajo dirajo dan beliau menyetujui.
Pada kesempatan itu Datuak Suri Dirajo bertitah "Berbahagialah kamu sekalian, telah sama sama sepakat untuk menanam dua orang ketua yang akan menjadi penghulu oleh kamu sekalian. Apa nama pangilan dan apa nama pangkatnya bagi keduanya ?"
Mendengar titah Datuak Suri Dirajo itu, tidak ada yang dapat menjawab sebab belum ada kata mupakat tentang itu. Sekalian orang banyak itu memohon kepada niniak Sri Maharajo dirajo untuk kembali bermusyawarah untuk menetapkan apa nama panggilan dan pangkat bagi keduanya tadi.
Tetapi setelah beberapa saat lamanya mereka duduk timbang menimbang, hasilnya nihil sama sekali. Akhirnya sekalian orang banyak itu memulangkan kata kepada niniak Sri Maharajo dirajo.
"Telah puas kami bersama sama mencari nama pangkat dan nama pangilan bagi ketua kami, namun tidak dapat oleh kami, melainkan sebuah kata ketua saja. Oleh sebab itu kami serahkan saja kepada Tuanku semua, apa yang baik bagi Tuanku, kami akan menurut saja."
Setelah itu bertitahlah niniak Sri Maharajo dirajo kepada sekalian orang banyak itu : "Adapun orang akan kita jadikan ketua itu tentulah akan dipilih dari kita yang hadir disini, yaitu orang yang lebih pandai dan baik tingkah lakunya. Sebab orang itu, pergi tempat kita bertanya, pulang tempat kita beberita. Orang itulah yang akan memelihara buruk baiknya kita sekalian, tempat kita mengadukan segala hal yang baik dan buruk.
Orang itu yang akan menimbang mudharat dan manfaat diatas kita sekalian serta menghukum barang sesuatunya buruk dan baik.
Oleh sebab itu sepanjang pendapat hamba, patutlah kita muliakan benar orang itu dengan semulia mulianya daripada kita yang banyak ini. Kita tuakan orang itu dengan kata mupakat bersama dan tuanya kita samakan dengan orangtua niniak mamak kita yaitu 'datuak' namanya. Dengan demikian kepadanya kita panggil Datuak meskipun umurnya lebih muda daripada kita.
Kita wajib menghormatinya, apa titahnya kita junjung, apa perintahnya kita turut, agar sentosa kita dari marabahaya selama hidup didunia ini. Jikalau kita tidak bertindak dan tiada turut menurut, niscaya tiadalah kita mendapat keselamatan"
Mendengar penitahan niniak Sri Maharajo dirajo itu, senanglah hati sekalian orang banyak itu. Panggilan Datuak sampai sekarang tidak berubah. Itulah asal mulanya maka segala penghulu itu dipanggil Datuak dan disebut orang juga niniak mamak, niniak daripada mamaknya orang banyak. Setelah putus kata mupakat, diadakan helat jamu di kampung Pariangan dan Padang Panjang.
Pada masa itu ditetapkan kedua penghulu tadi seorang di Pariangan bergelar Datuak Bandaro Kayo dan seorang lagi di Padang Panjang bergelar Datuak Maharajo Gadang. Itulah penghulu pertama yang ada dipulau andalas ini, yang disebut juga pulau Perca.
Adapun Datuak Suri Dirajo bukanlah penghulu yang diangkat orang, beliau diberi nama seperti itu hanya karena beliau berkarib dengan raja. Beliau dipanggil datuak karena tuanya saja, dan lagi beliau adalah orang cerdik pandai, lubuk akal lautan budi, tempat orang berguru dan bertanya pada waktu itu di Pariangan Padang Panjang, serta menjadi guru oleh niniak Sri Maharajo dirajo.
Dengan bertambah ramainya orang di Pariangan dan Padang Panjang, oleh niniak Sri Maharajo dirajo dengan mupakat segala isi kampung diberi nama Nagari Pariangan Padang Panjang. Sampai saat ini nama itu tidak pernah dirubah orang dan itulah nagari tertua di pulau Andalas ini.
Dari pernikahan niniak Sri Maharajo dirajo dengan adik datuak Suri Dirajo yang bernama Tuan Putri Indah Jalia, lahirlah seorang yang bernama Sutan Paduko Gadang.
Di download dari : www.cimbuak.net
Disadur oleh: Dewis Natra
Sumber : Buku Curaian Adat Minangkabau
Penerbit : Kristal Multimedia Bukittinggi
Written by Ibrahim Dt. Sangguno Dirajo
Friday, 06 August 2004
(ARA st Rangakayomulia; bbrp kalimat, nama tempat dan nama orang diganti dengan bahasa minang)
Written by Ibrahim Dt. Sangguno Dirajo
Saturday, 28 August 2004
IV. Penghulu Pertama
Lama pula antaranya orangpun bertambah ramai pula. Pada suatu hari bermusyawarah pula niniak Sri Maharajo dirajo dengan Datuak Suri Dirajo dan Cateri Bilang Pandai, serta segala orang banyak dari kampung Pariangan dan Padang Panjang di Balai Saruang tadi.
Musyawarah itu adalah untuk memilih orang yang akan memerintah dan menghukum dibawah raja.
Adapun orang yang akan ditanam jadi ketua adalah orang yang akan menjadi penghulu orang banyak itu, dengan fungsi antara lain :
Kusuik nan ka manyalasaian
Karuah nan ka manjaniahan
Sasek nan ka mahimbauan
Taluncua nan ka maheloan
Itulah orang yang akan memimpin orang banyak, dibawah niniak Sri Maharajo dirajo.
Didalam permusyawaratan itu dicapai kata sepakat yakni akan menanam dua orang ketua, seorang di Pariangan dan seorang di Padang Panjang. Hasil kesepakatan itu dikembalikan ke kepada niniak Sri Maharajo dirajo dan beliau menyetujui.
Pada kesempatan itu Datuak Suri Dirajo bertitah "Berbahagialah kamu sekalian, telah sama sama sepakat untuk menanam dua orang ketua yang akan menjadi penghulu oleh kamu sekalian. Apa nama pangilan dan apa nama pangkatnya bagi keduanya ?"
Mendengar titah Datuak Suri Dirajo itu, tidak ada yang dapat menjawab sebab belum ada kata mupakat tentang itu. Sekalian orang banyak itu memohon kepada niniak Sri Maharajo dirajo untuk kembali bermusyawarah untuk menetapkan apa nama panggilan dan pangkat bagi keduanya tadi.
Tetapi setelah beberapa saat lamanya mereka duduk timbang menimbang, hasilnya nihil sama sekali. Akhirnya sekalian orang banyak itu memulangkan kata kepada niniak Sri Maharajo dirajo.
"Telah puas kami bersama sama mencari nama pangkat dan nama pangilan bagi ketua kami, namun tidak dapat oleh kami, melainkan sebuah kata ketua saja. Oleh sebab itu kami serahkan saja kepada Tuanku semua, apa yang baik bagi Tuanku, kami akan menurut saja."
Setelah itu bertitahlah niniak Sri Maharajo dirajo kepada sekalian orang banyak itu : "Adapun orang akan kita jadikan ketua itu tentulah akan dipilih dari kita yang hadir disini, yaitu orang yang lebih pandai dan baik tingkah lakunya. Sebab orang itu, pergi tempat kita bertanya, pulang tempat kita beberita. Orang itulah yang akan memelihara buruk baiknya kita sekalian, tempat kita mengadukan segala hal yang baik dan buruk.
Orang itu yang akan menimbang mudharat dan manfaat diatas kita sekalian serta menghukum barang sesuatunya buruk dan baik.
Oleh sebab itu sepanjang pendapat hamba, patutlah kita muliakan benar orang itu dengan semulia mulianya daripada kita yang banyak ini. Kita tuakan orang itu dengan kata mupakat bersama dan tuanya kita samakan dengan orangtua niniak mamak kita yaitu 'datuak' namanya. Dengan demikian kepadanya kita panggil Datuak meskipun umurnya lebih muda daripada kita.
Kita wajib menghormatinya, apa titahnya kita junjung, apa perintahnya kita turut, agar sentosa kita dari marabahaya selama hidup didunia ini. Jikalau kita tidak bertindak dan tiada turut menurut, niscaya tiadalah kita mendapat keselamatan"
Mendengar penitahan niniak Sri Maharajo dirajo itu, senanglah hati sekalian orang banyak itu. Panggilan Datuak sampai sekarang tidak berubah. Itulah asal mulanya maka segala penghulu itu dipanggil Datuak dan disebut orang juga niniak mamak, niniak daripada mamaknya orang banyak. Setelah putus kata mupakat, diadakan helat jamu di kampung Pariangan dan Padang Panjang.
Pada masa itu ditetapkan kedua penghulu tadi seorang di Pariangan bergelar Datuak Bandaro Kayo dan seorang lagi di Padang Panjang bergelar Datuak Maharajo Gadang. Itulah penghulu pertama yang ada dipulau andalas ini, yang disebut juga pulau Perca.
Adapun Datuak Suri Dirajo bukanlah penghulu yang diangkat orang, beliau diberi nama seperti itu hanya karena beliau berkarib dengan raja. Beliau dipanggil datuak karena tuanya saja, dan lagi beliau adalah orang cerdik pandai, lubuk akal lautan budi, tempat orang berguru dan bertanya pada waktu itu di Pariangan Padang Panjang, serta menjadi guru oleh niniak Sri Maharajo dirajo.
Dengan bertambah ramainya orang di Pariangan dan Padang Panjang, oleh niniak Sri Maharajo dirajo dengan mupakat segala isi kampung diberi nama Nagari Pariangan Padang Panjang. Sampai saat ini nama itu tidak pernah dirubah orang dan itulah nagari tertua di pulau Andalas ini.
Dari pernikahan niniak Sri Maharajo dirajo dengan adik datuak Suri Dirajo yang bernama Tuan Putri Indah Jalia, lahirlah seorang yang bernama Sutan Paduko Gadang.
Di download dari : www.cimbuak.net
Disadur oleh: Dewis Natra
Sumber : Buku Curaian Adat Minangkabau
Penerbit : Kristal Multimedia Bukittinggi
Written by Ibrahim Dt. Sangguno Dirajo
Friday, 06 August 2004
(ARA st Rangakayomulia; bbrp kalimat, nama tempat dan nama orang diganti dengan bahasa minang)