Selasa, 23 September 2008

makanan daur ulang


Sebuah bisnis baru, makanan daur ulang, limbah daging sisa hotel diolah dan dijual lagi ke pasar tradisional. Terungkap di Kampung Kapuk Jakarta Barat. Sebenarnya ga terlalu baru juga sih, karena menurut pengakuan pelaku, Darmo Sapawiro, bisnis ini sudah dijalaninya sejak lima tahun yang lalu. Yang menjadi tanda tanya adalah kok sampai kepikiran ya?
Dan pelakunya dengan polos menyatakan bahwa bisnis yang sudah ditekuni sejak 5 tahun yang lalu ini mempunyai konsumen yang cukup banyak, bahkan sampai membeli langsung ke lokasi pengolahan.

Ada beberapa faktor yang dapat mendorong munculnya ide gila ini. Beban hidup yang semakin berat mendorong orang mencari pekerjaan untuk memperoleh penghasilan, namun kenyataannya tidak mudah mencari pekerjaan yang layak di negeri ini. Kemudian dengan minimnya pengetahuan dan kepedulian mengenai kesehatan dan kebersihan, muncullah ide-ide kreatif diluar nalar manusia.

Skenario lain adalah kemungkinan dari kebiasaan memulung sampah dan mengkonsumsi makanan sisa, karena melihat masih banyak ”stock” yang tersedia, muncullah ide ini.Kemungkinan lain adalah adanya koordinator dari kegiatan ini, seseorang yang melihat potensi ekonomis dari limbah hotel dan memanfaatkan orang-orang lugu yang memang butuh pekerjaan.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan lahan subur untuk segala bentuk penyimpangan. Salah satu cara pengentasan kemiskinan adalah dengan menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyat. Pemerintah bertanggung jawab untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyat, pekerjaan besar ini bisa dimulai dari daftar produk impor dan melihat kemungkinan untuk diproduksi di dalam negeri. Misalnya kenapa harus impor kentang dari Australia? Tidak bisakah para ahli pangan menemukan varietas kentang dengan kualitas Australia yang cocok ditanam di Indonesia, kemudian membina para petani untuk menjaga standar mutu.
Atau susu, kenapa Indonesia hanya menjadi objek, tidak bisakah Indonesia membuka peternakan besar dan membangun pabrik susu sendiri? Bukankah ini akan membuka lapangan pekerjaan dan harga susu menjadi semakin terjangkau oleh masyarakat. 200 juta-an penduduk sungguh merupakan sebuah pasar yang besar. Sangat banyak putra-putri Indonesia yang menjadi pakar di bidangnya. Pemerintah seharusnya bisa memanfaatkan aset bangsa ini.

Memang, pelaksanaannya tidak semudah menulis kalimat ini, dibutuhkan biaya yang besar untuk penelitian dan investasi, dibutuhkan perubahan mindset bangsa ini yang sangat bangga mengkonsumsi produk impor menjadi pencinta produk bangsa sendiri, jadi dibutuhkan komitmen bangsa ini untuk lepas dari cengkeraman produk bangsa lain. Apapun motivasi dibalik kasus ini, harus menjadi pelajaran bagi kita semua, pemerintah harus bisa menyediakan pekerjaan yang layak untuk mengentaskan kemiskinan (bukan mengentaskan orang miskin) sehingga orang tidak lagi berpikir menghalalkan segala cara untuk menghidupi keluarganya. Kita sebagai masyarakat juga harus lebih peduli, peduli terhadap segala yang dikonsumsi dan peduli terhadap lingkungan sekitar sehingga bisa saling mengingatkan.

ARA rangkayomulia

Tidak ada komentar: