Semalam nonton Soegeng Sarjadi Forum di Q-TV, forum diskusi yang selalu menampilkan narasumber yang kompeten di bidangnya. Judul yang dibawakan adalah ”ekonomi Amerika, ekonomi dunia dan ekonomi Indonesia, Quo- Vadis” dengan nara sumber Bpk Siswono Yudohusodo (pengusaha dan mantan menteri), Bpk.Putu Gede Ary Suta (Chairman Ary Suta Centre dan mantan Kepala BPPN), Bpk.Djamester.A.Simarmata (Dosen FE UI) dan Bpk.Hendrawan Supratikno (pengamat ekonomi dan manajemen). Judul ini diangkat berkaitan dengan krisis ekonomi yang melanda AS dan berdampak ke seluruh dunia.
Tulisan ini tidak akan membahas topik berat ini tapi sangat tertarik dengan pemaparan Bapak Siswono yang menyatakan optimis dengan masa depan Indonesia. Beliau memaparkan hasil penelitian bahwa Indonesia menduduki peringkat 1 sampai 6 besar dalam produksi berbagai hasil alam, petanian dan perkebunan seperti kelapa sawit, emas, lada hitam, dan lainnya. Dengan potensi besar itu Indonesia seharusnya bisa kuat dan bertahan dari pengaruh krisis negara lain.
Namun, walaupun memiliki ”prestasi” demikian, posisi Indonesia tetap saja lemah dalam perekonomian Internasional. Pasar dikuasai oleh perusahaan besar dari Eropa dan Amerika. Dengan kekuatan finansial yang besar, mereka memiliki stok hasil pertanian/perkebunan untuk satu tahun, dengan cara itulah mereka mengandalikan supply agar harga selalu pada tingkat yang mereka inginkan. Sementara Indonesia hanya fokus pada maksimalisasi ekspor. Bapak Siswono memberi masukan agar pemerintah memiliki strategi yang lebih memihak pada petani, salah satunya (disampaikan secara ekstrim) adalah dengan menghentikan ekspor selama satu tahun dan hasil pertanian dibeli oleh pemerintah sebagai stok yang akan dilempar ke pasar pada saat yang tepat agar Indonesia bisa mempengaruhi harga Internasional.
Jadi dibutuhkan strategi dan kebijakan pemerintah yang benar-benar berpihak pada rakyat, dalam hal ini petani.
Dalam diskusi ini Bapak Siswono juga mengkritisi masyarakat Indonesia yang ”luar negri minded”. Padahal kulitas produk dalam negri tidak kalah dengan produk impor. Beliau menceritakan pengalaman pribadi dalam menjual produk jus buah. Produksi pertama diberi merek ”segar” namun gagal di pasar, produksi kedua diberi merek ”all season” dengan berbagai keterangan yang bernuansa impor yang ternyata laris di pasaran padahal produknya persis sama.
Jadi teringat postingan sebelumnya yang berjudul ”makanan daur ulang” yang membahas pemberantasan kemiskinan dengan meningkatkan produksi dalam negri yang diiringi perubahan mindset masyarakat Indonesia menjadi pencinta produksi dalam negri. Ternyata kita tidak perlu memindahkan pabrik susu dari New Zeland atau memindahkan kebun kentang dari Australia yang memakan waktu lama dan investasi besar. Kita mempunyai modal dasar yang sangat besar, yang dibutuhkan hanya keberanian pemerintah untuk mengalihkan keberpihakan dari berpihak pada kaum kapitalis menjadi berpihak kepada rakyat kecil.
Semoga tahun 2009 nanti kita memiliki pemimpin yang kuat dalam membela rakyat Indonesia, tidak hanya menjadi pengikut negara lain, pemimpin yang berani tampil beda seperti pemimpin Irak, Cina, Korea dan Venezuela. Bpk.Hendrawan Supratikno (salah seorang narasumber) menyebutnya sebagai pemimpin yang berani mengambil jalan yang jarang dilalui orang, karena jalan itulah yang terbaik untuk bangsanya.
Pak Sis, terima kasih atas pencerahannya
Tulisan ini tidak akan membahas topik berat ini tapi sangat tertarik dengan pemaparan Bapak Siswono yang menyatakan optimis dengan masa depan Indonesia. Beliau memaparkan hasil penelitian bahwa Indonesia menduduki peringkat 1 sampai 6 besar dalam produksi berbagai hasil alam, petanian dan perkebunan seperti kelapa sawit, emas, lada hitam, dan lainnya. Dengan potensi besar itu Indonesia seharusnya bisa kuat dan bertahan dari pengaruh krisis negara lain.
Namun, walaupun memiliki ”prestasi” demikian, posisi Indonesia tetap saja lemah dalam perekonomian Internasional. Pasar dikuasai oleh perusahaan besar dari Eropa dan Amerika. Dengan kekuatan finansial yang besar, mereka memiliki stok hasil pertanian/perkebunan untuk satu tahun, dengan cara itulah mereka mengandalikan supply agar harga selalu pada tingkat yang mereka inginkan. Sementara Indonesia hanya fokus pada maksimalisasi ekspor. Bapak Siswono memberi masukan agar pemerintah memiliki strategi yang lebih memihak pada petani, salah satunya (disampaikan secara ekstrim) adalah dengan menghentikan ekspor selama satu tahun dan hasil pertanian dibeli oleh pemerintah sebagai stok yang akan dilempar ke pasar pada saat yang tepat agar Indonesia bisa mempengaruhi harga Internasional.
Jadi dibutuhkan strategi dan kebijakan pemerintah yang benar-benar berpihak pada rakyat, dalam hal ini petani.
Dalam diskusi ini Bapak Siswono juga mengkritisi masyarakat Indonesia yang ”luar negri minded”. Padahal kulitas produk dalam negri tidak kalah dengan produk impor. Beliau menceritakan pengalaman pribadi dalam menjual produk jus buah. Produksi pertama diberi merek ”segar” namun gagal di pasar, produksi kedua diberi merek ”all season” dengan berbagai keterangan yang bernuansa impor yang ternyata laris di pasaran padahal produknya persis sama.
Jadi teringat postingan sebelumnya yang berjudul ”makanan daur ulang” yang membahas pemberantasan kemiskinan dengan meningkatkan produksi dalam negri yang diiringi perubahan mindset masyarakat Indonesia menjadi pencinta produksi dalam negri. Ternyata kita tidak perlu memindahkan pabrik susu dari New Zeland atau memindahkan kebun kentang dari Australia yang memakan waktu lama dan investasi besar. Kita mempunyai modal dasar yang sangat besar, yang dibutuhkan hanya keberanian pemerintah untuk mengalihkan keberpihakan dari berpihak pada kaum kapitalis menjadi berpihak kepada rakyat kecil.
Semoga tahun 2009 nanti kita memiliki pemimpin yang kuat dalam membela rakyat Indonesia, tidak hanya menjadi pengikut negara lain, pemimpin yang berani tampil beda seperti pemimpin Irak, Cina, Korea dan Venezuela. Bpk.Hendrawan Supratikno (salah seorang narasumber) menyebutnya sebagai pemimpin yang berani mengambil jalan yang jarang dilalui orang, karena jalan itulah yang terbaik untuk bangsanya.
Pak Sis, terima kasih atas pencerahannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar